Denta, sosok yang kata teman-teman cukup tersohor, tapi sayang aku belum mengetahuinya sebelum kejadian di Laboratorium Fisiologi kala itu.
Wednesday, November 18, 2015
Dia (part 1)
Denta, begitu aku mengenalnya. tak begitu lama kita saling mengenal, mungkin hanya sekitar 3 bulan terakhir ini. Semua bermula pada tragedi penelitian dosen yang secara tidak sengaja mempertemukan kami.
Sunday, August 23, 2015
Saya Menyebutnya, Cinta :)
pagi itu, ketika menginjakkan kaki di tanah air, ingin rasanya saya berteriak. berteriak dengan lantang bahwa saya bangga berada di negara ini. saya bangga menjadi bongkahan warga di sini, di Indonesia yang senantiasa kurindukan beberapa hari yang lalu.
pagi itu, dengan dijemput keluarga, saya memasuki mobil yang sesak dengan orang-orang terkasih, dan pastinya barang bawaanku yang tak sedikit pula.
setelah meninggalkan tanah air selama kurang lebih 10 hari, kini saya benar-benar merasakan banyak perubahan. yang pastinya, di dalam dada ini, lebih terasa cinta kepada tanah air. ya, rasa cinta itu semakin menjadi-jadi.
***
(1) saya duduk bersama delegasi dari Indonesia lainnya, di tribun yang luar biasa besarnya, saya dapat melihat dengan jelas muka-muka peserta lainnya dari berbagai negara. semua membaur menjadi satu di ruangan yang sangaaatttt besar. gemericik suara dari berbagai bahasa menjadi atmosfer tersendiri bagiku.
entah, walau ini bukan yang pertama, tapi saya selalu merasa getaran yang berbeda setiap kali merasakan atmosfer ini. ya, inilah atmosfer perjuangan. perjuangan tak harus mengacungkan sebuah pedang bukan? inilah caraku untuk membuktikan rasa cintaku dan terimakasihku pada bangsaku, Indonesia.
Thursday, July 30, 2015
Siapa?
Siapa?
Siang itu, aku dapat melihat semburat wajahnya ditengah
kerumunan peserta seminar. Dibalut kemeja biru dan celana panjang berwarna
hitam, serta tak lupa kacamata yang membuatnya nampak lebih berpengetahuan, dia
mengikuti seminar yang diadakan oleh salah satu organisasiku. Dan aku tentunya
sebagai salah satu panitianya. Sebenarnya tak ada yang istimewa bagiku. Aku
dapat melihat semburat itu karena aku adalah panitia acara yang bertugas untuk
memastikan peserta mengikuti jalannya seminar dengan baik, oleh karena itu
tentunya aku dapat mengerti bahwa dia mengikuti seminar itu. Tak lebih.
***
Tuesday, May 5, 2015
kenalkan pada ayah
Siapa laki laki yang memintamu dari Ayah Nak?
Apa kabarmu disana nak?
Dikota yang berjarak dua jam perjalanan dari sini, apa kau masih mengingat orang tua renta ini? Yang setiap saat tak henti mendoakan segala yang terbaik untukmu.
Wednesday, April 29, 2015
Keseimbangan Status Gizi Lansia
KESEIMBANGAN STATUS GIZI LANSIA
DITINJAU DARI FAKTOR EKONOMI
A.
Definisi
Status Gizi
Almatsier (2003)
menjelaskan bahwa status gizi merupakan keadaan tubuh dimana ia merupakan hasil
akibat dari penggunaan zat gizi, diantaranya makanan. Status gizi ini dapat
diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yakni gizi kurang, sedang, dan berlebih.
B.
Keseimbangan
Status Gizi Lansia
Menjaga
keseimbangan status gizi bagi setiap orang itu sangat penting, termasuk seorang
lansia. Makanan yang akan dikonsumsi pun juga sebelumnya harus dipilah terlebih
dahulu yang terbaik. Karena asupan makanan inilah yang akan memberikan suplai
gizi yang dibutuhkan untuk 3 fungsi normal tubuh, yaitu memberikan energi,
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, serta untuk mengatur proses tubuh (Almatsier,
2003).
Tabel 1. Zat-zat Gizi Esensial yang Dibutuhkan oleh Tubuh
|
||
|
|
|
Karbohidrat
|
Mineral
|
Vitamin
|
Glukosa
|
Kalsium
|
A
|
Serat
|
Fosfor
|
D
|
Natrium
|
E
|
|
Kalium
|
K
|
|
Lemak
|
Sulfur
|
Tiamin
|
Omega 6
|
Klor
|
Riboflavin
|
Omega 3
|
Magnesium
|
Niasin
|
Zat Besi
|
Biotin
|
|
Selenium
|
Folat
|
|
Protein
|
Seng
|
Piridoksin
|
Leusin
|
Mangan
|
Kobalamin
|
Isoleusin
|
Tembaga
|
Asam Pentotenat
|
Lisin
|
Kobalt
|
C
|
Triptofan
|
Iodium
|
|
Metionin
|
Krom
|
|
Fenilalanin
|
Fluor
|
|
Treonin
|
Timah
|
Air
|
Valin
|
Nikel
|
|
Histidin
|
Silikon, arsen, boron
|
|
Nitrogen Non Esensial
|
Vanadium, molibden
|
Sumber: Almatsier, 2003
Natrium merupakan
salah satu jenis mineral yang dibutuhkan lansia pada jumlah yang sedikit.
Tetapi walaupun sedikit, natrium merupakan komponen untuk dapat menyeimbangkan fungsi
tubuh lansia dengan baik (Nutr, 2003).
Untuk mencapai
keseimbangan status gizi, maka seorang lansia Indonesia harus memenuhi angka
kecukupan gizi sebagai berikut:
Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi pada Lansia >65 tahun
|
||
Kategori
|
Pria
|
Wanita
|
Berat Badan (kg)
|
62
|
55
|
Tinggi Badan (cm)
|
165
|
156
|
Energi (kkal)
|
2050
|
1600
|
Protein (g)
|
60
|
50
|
Vit. A (RE)
|
600
|
500
|
Vit. D (mcg)
|
15
|
15
|
Vit. E (mg)
|
15
|
15
|
Vit. K (mcg)
|
65
|
55
|
Tiamin (mg)
|
1
|
1
|
Riboflavin (mg)
|
1,3
|
1,1
|
Niasin (mg)
|
16
|
14
|
Asam Folat (mcg)
|
400
|
400
|
Piridoksin (mg)
|
1,3
|
1,7
|
Vit. B12 (mcg)
|
2,4
|
2,4
|
Vit. C (mg)
|
90
|
75
|
Kalsium (mg)
|
1000
|
1000
|
Fosfor (mg)
|
600
|
600
|
Magnesium (mg)
|
300
|
270
|
Besi (mg)
|
13
|
12
|
Iodium (mcg)
|
150
|
150
|
Seng (mg)
|
13,4
|
9,8
|
Selenium (mcg)
|
30
|
30
|
Mangan (mg)
|
2,3
|
1,8
|
Fluor (mg)
|
3,1
|
2,7
|
Sumber: Almatsier, 2003
C.
Kependudukan
Lansia di Indonesia
Mengetahui
keseimbangan status gizi pada lansia, kini sangat penting adanya. Karena
merujuk pada data statistik, bahwa lansia di Indonesia mengalami peningkatan
prevalensi menjadi 12,2 % sampai dengan
tahun 2006 (BPS, 2007). WHO (World Health
Organization) sendiri memperkirakan bahwasanya mencapai tahun 2020,
presentase kependudukan lansia akan mencapai 11,34% yang menduduki peringkat di
atas presentase balita (6,9%).
D.
Hubungan
antara Faktor Ekonomi dengan Status Gizi Lansia
Peningkatan
kuantitas lansia, utamanya di Indonesia, tidak diseimbangi dengan peningkatan
kualitas hidupnya. Kualitas hidup sendiri merupakan sebuah persepsi oleh
individu mengenai kebahagiaannya. Kualitas ini dapat dilihat, salah satunya
dari kesehatan fisik dan faktor ekonomi.
Tidak sedikit pula
lansia yang hidup dalam kekurangan, padahal dimana lansia memiliki faktor lebih
besar untuk mengidap malnutrisi daripada yang masih muda. Hal ini ditunjang
oleh pernyataan Tamher (2009) yang menyebutkan apabila seseorang sudah mencapai
usia lansia, maka prevalensi malnutrisi padanya meningkat sebesar 10-50%.
Oleh karena itu,
perlu adanya untuk menyesuaikan antara presentase kuantitas lansia dengan
kualitas hidupnya. Sehingga output yang
diberikan adalah tidak hanya dalam bentuk seberapa lama lansia tersebut hidup,
tetapi bagaimana lansia dapat memiliki kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup
yang baik dapat dibuktikan, salah satunya adalah dengan melihat kondisi lansia
tersebut mengidap malnutrisi atau tidak. Tamher (2009) menambahkan, bahwasanya
malnutrisi dapat terjadi karena banyak faktor, antara lain faktor fisik,
sosial, dan ekonomi. Dari penjelasan Tamher ini, dapat diambil kesimpulan awal
bahwasanya faktor ekonomi memiliki andil dalam penyebaran malnutrisi.
Ketika seorang
lansia memiliki faktor ekonomi dibawah rerata, maka salah satu dampak yang
diberikan adalah kurangnya makanan yang cukup. Dilain pihak, Shetty (2004)
menyebutkan bahwa apabila seseorang makan dengan cukup, maka akan memberi
dampak normal pada berat badan, kesehatan, dan fungsi tubuhnya. Jadi, ketika
lansia kekurangan dalam faktor ekonominya, maka akan berakibat kepada
keseimbangan status gizinya.
Sesungguhnya,
masalah ketidakseimbangan gizi yang terjadi di Indonesia ada 2 jenis, yakni
kekurangan gizi dan kelebihan gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan seorang lansia
mengidap kekurangan gizi adalah karena seorang tersebut kekurangan dalam sektor
ekonomi, sehingga tidak dapat membeli kebutuhan primernya, termasuk diantaranya
makanan sehari-hari. Tetapi berbeda halnya pada lansia yang mengalami gizi
berlebih. Ketika lansia mengalami kelebihan gizi hingga obesitas, cenderung
lansia ini memiliki kelebihan dalam sektor ekonomi, tetapi kekurangan dalam hal
pengetahuan akan kesehatan pola makan. Sehingga dia tidak dapat memanajemen
pola makannya dengan baik dan benar.
Jadi untuk menjaga
keseimbangan gizi bagi lansia yang memiliki energi berlebih, maka perlu
menerapkan penggalan dalam
surat Al-A’raf (7) ayat 31 menyebutkan:
…. وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
Artinya
adalah “Makan dan minumlah, tapi jangan
berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”
(Q.S. Al- A’raf (7) ayat 31).
Selain
menerapkan surat Al-A’raf ayat 31, perlu juga menerapkan penggalan ayat
berikut:
وَمَا
أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا
عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلا تَعْقِلُونَ
“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan
hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik
dan lebih kekal. Maka, apakah kamu tidak memahaminya?” (QS. Al Qashash, 28:
60)
Dari
beberapa penggalan ayat tersebut, maka tidak akan ada lansia yang mengalami
kelebihan gizi.
Labels:
ekonomi,
fk,
gizi,
ilmiah,
ilmu,
indonesia,
kedokteran,
kesehatan,
penelitian,
pengetahuan
Tuesday, April 28, 2015
Mengenal Lebih Dekat tentang Hemofilia A
HEMOFILIA A
Oleh: Rima Nur Rahmawati
Oleh: Rima Nur Rahmawati
Setiati (2014)
mendefinisikan hemofilia sebagai sebuah kelainan perdarahan yang diakibatkan
oleh kurangnya faktor pembekuan darah secara herediter atau diturunkan secara sex linked recessive pada kromosom X. Tetapi faktanya, sekitar
20-30% pasien hemofilia tidak mempunyai riwayat keluarga serupa, sehingga
diduga telah terjadi mutasi spontan akibat lingkungan.
Hemofilia sendiri diklasifikasikan
menjadi hemofilia A, hemofilia B, dan hemofilia C berdasarkan defisiensi faktor
pembekuan darahnya. Hemofilia A merupakan jenis hemofilia yang biasanya disebut
juga dengan hemofilia klasik. Jenis hemofilia ini diakibatkan oleh adanya
defisiensi atau disfungsi dari faktor pembekuan darah ke VIII (Davey, 2005).
A. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian hemofilia
A adalah 1:5.000 dimana penyakit ini banyak terjadi pada laki-laki (Davey, 2005).
Setiati (2014) menambahkan bahwa, hemofilia A memiliki prosentase kejadian
lebih besar dibandingkan hemofilia B, yakni mencapai 80-85% dari total kasusnya,
dengan 20-30% pasiennya dikarenakan mutasi gen secara spontan.
Di Indonesia sendiri
belum ada data pasti mengenai angka kejadian hemofilia ini. Tetapi, saat ini
diperkirakan angka kejadian hemofilia mencapai sekitar 20.000 kasus dari
200.000.000 penduduk di Indonesia (Setiati, 2014).
B. ETIOLOGI
Hemofilia A dapat
dikarenakan pewarisan gen. Hal ini disebabkan oleh adanya defek pada salah satu
gen yang berhubungan dengan faktor pembekuan darah VIII (Setiati, 2014). Lebih
lanjut, gen pembawa ini berlokasi pada kromosom X, dimana laki-laki hanya
mempunyai 1 kromosom X dan wanita memiliki 2 kromosom X.
Seorang laki-laki yang
mempunyai gen hemofilia pada kromosom X nya akan mempunyai hemofilia, tetapi
jika wanita harus mempunyai gen hemofilia pada kedua kromosomnya untuk
mempunyai penyakit ini. Tetapi, jika seorang wanita tersebut hanya terpaut hemofilia
pada salah satu kromosom X nya, maka dia disebut karier atau pembawa (Setiati,
2014).
Lain pada laki-laki,
dalam hal ini Hayes (1997) menjelaskan bahwa seorang pasien hemofilia A wanita yang
merupakan karier memiliki tanda khas berupa defisiensi salah satu sub unit pada
faktor VIII C dengan kadar faktor VIII RAG dan faktor VIII RiCoF normal. Seorang
wanita karier walaupun tidak mempunyai hemofilia, dia tetap bias mewariskan gen
cacatnya pada anak-anaknya.
C. GEJALA DAN TANDA KLINIS
Perdarahan merupakan
gejala dan tanda klinis paling khas yang ditemui pada penderita hemofilia
keseluruhan (Setiati, 2014). Perdarahan yang timbul ini dapat terjadi secara
spontan ataupun akibat dari trauma keseharian.
Manifestasi klinis yang
terjadi dipengaruhi oleh berat ringannya hemofilia yang diderita oleh pasien. Davey
(2005) menerangkan bahwa pada penyakit hemofilia A yang berat (faktor VIII <
1%) akan terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot besarnya. Sedangkan
pada penyakit hemofilia yang sedang (faktor VIII 1-5%) dan ringan (faktor VIII
> 5-50%) akan berkaitan dengan perdarahan pada trauma yang ringan atau
sedang.
Gambaran klinis pada
pasien hemofilia A dapat ditunjukkan dengan luka memar yang berlebihan dan hemarthrosis sejak saat bayi dapat
merangkak. Nyeri, bengkak, panas, dan bahkan deformitas dapat terjadi pada sendi yang terkena. Selain itu,
perdarahan otot, perdarahan intra
abdominal retroperitoneal, dan perdarahan intracranial juga sering terjadi (Hayes, 1997). Perdarahan retroperitoneal serta retropharyngeal merupakan kejadian yang
membahayakan. Hal ini dikarenakan akan dapat menyebabkan gangguan jalan nafas,
yang kemudian akan mengancam nyawa penderita hemofilia.
Setiati (2014)
menambahkan bahwa hemarthrosis
merupakan kejadian yang paling sering ditemukan, yakni angka kejadiannya
sebesar 85% dengan lokasi yang menyebar, baik di sendi lutut, siku, pergelangan
kaki, bahu, pergelangan tangan, dan lainnya. Selain itu, Hoyer (1994) juga
menjelaskan bahwa perdarahan intracranial
yang terjadi pada pasien hemofilia ini merupakan penyebab kematian tertinggi,
karena sifatnya yang spontan atau terjadi seketika setelah mengalami trauma.
D. KOMPLIKASI
Setiati (2014)
menjelaskan bahwa komplikasi yang sering terjadi pada penderita adalah artropati hemofilia. Artropati hemofilia merupakan suatu
penimbunan darah intraartikular yang
menetap dengan akibat dari degenerasi kartilago, tulang, dan sendi secara
progresif. Hal ini menyebabkan penurunan hingga rusaknya fungsi dari sendi.
Selain itu, hemarthrosis yang tidak ditindaklanjuti
akan dapat menyebabkan sinovitis
kronik akibat dari proses peradangan jaringan synovial yang tidak kunjung berhenti (Setiati, 2014). Kejadian
seperti ini sering ditemukan pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan siku.
E. PENULARAN
Hayes (1997) menjelaskan
bahwa penularan hemofilia A dapat terjadi melalui produk darah. Contoh
kejadiannya adalah pada penyakit hepatitis B, hepatitis C, serta infeksi HIV yang
melakukan transfusi produk darah, akan mempunyai risiko tertular dari penyakit
hemofilia A. Setiati (2014) menambahkan bahwa penularan penyakit hemofilia A
melalui produk darah ini cukup tinggi terjadi di Negara berkembang, termasuk
Indonesia.
F. PENCEGAHAN
Oleh karena hemofilia A
merupakan penyakit karena gen, maka yang dapat dicegah adalah hal-hal yang
berkaitan dengan komplikasi. Agar mengurangi risiko terjadinya komplikasi pada
penderita hemofilia A, maka hal yang perlu dilakukan menurut Setiati (2014)
adalah:
1. Mengikuti
rencana terapi dengan tepat seperti yang diresepkan dokter seutuhnya tanpa
terkecuali.
2. Memeriksakan
secara rutin dan memberikan vaksinasi seperti yang direkomendasikan dokter.
3. Memberitahukan
pada semua penyedia layanan kesehatan tentang kondisi anda.
4. Melakukan
perawatan gigi secara teratur. Dokter gigi dapat memberikan obat yang akan
menurunkan perdarahan selama tindakan prosedural.
5. Mengenali
tanda dan gejala perdarahan di sendi dan bagian lain di tubuh anda. Dan
mengetahui kapan harus segera menelepon dokter atau ke rumah sakit, contohnya
adalah:
a. Perdarahan
berat yang tidak dapat dihentikan
b. Setiap
tanda atau gejala perdarahan di otak.
c. Gerakan
yang berbatas, nyeri, atau pembengkakan di sendi manapun.
Subscribe to:
Posts (Atom)