Wednesday, November 18, 2015

Dia (part 1)

Denta, begitu aku mengenalnya. tak begitu lama kita saling mengenal, mungkin hanya sekitar 3 bulan terakhir ini. Semua bermula pada tragedi penelitian dosen yang secara tidak sengaja mempertemukan kami.

Denta, sosok yang kata teman-teman cukup tersohor, tapi sayang aku belum mengetahuinya sebelum kejadian di Laboratorium Fisiologi kala itu.


3 bulan ini, aku masih mengenalnya dengan notabe anak baik-baik. Entah sampai kapan aku mengenalnya demikian. Yang jelas, 3 bulan ini semuanya berjalan baik-baik saja.

---

Malam ini, aku duduk di pelataran rumah sambil memandang bulan, tapi sayang mendung awan membuat bulan tak seindah biasanya, sinarnya tertutup. Sama persis dengan hatiku saat ini. Entah bagaimana, yang jelas aku tak dapat mendeskripsikan apa yang ada di hatiku.
Gundah? iya
Gelisah? iya
Merasa bersalah? Jelas
Bingung? apa lagi, tentu aku bingung. Sangat bingung bahkan

aku raih handphone yang tergeletak di meja sampingku, aku baca ulang. Iya, sms itu nyata, bukan hanya sekedar imajinasiku belaka.

hmmmmmm kuhempaskan napas yang sangat dalam dan panjang. Aku, sosok wanita akademis yang hampir lupa bagaimana cara menghargai perasaan orang, akhirnya tertampar juga dengan perkataan adik tingkatku via sms yang sangat singkat dan menusuk

menurut kakak, hal itu adalah hal yang biasa. Tapi apakah menurut Kak Denta hal itu juga biasa?

Aku, sosok mahasiswi yang terbilang easy going kepada semuanya, kini merasakan imbas diluar nalarku. Bagaimana mungkin dia mengartikan keloyalanku kepadanya sebagai nilai lebih? 

Aku, yang tak pernah menghiraukan kicauan orang tentangku, entah kali ini sms singkat itu membuatku berpikir menembus langit-langit pelataran yang disambut dengan dinginnya udara hingga merasuk ke tulang.

hmmmmmm aku pikir ulang, lagi, lagi, dan lagi. Sungguh, nalarku masih tak sanggup marampas pintanya. 

Hingga detik ini.
........................

No comments:

Post a Comment