Selamat Tinggal
Oleh: Rima Nur
Rahmawati
Pagi yang seharusnya indah,
Pagi yang seharusnya disambut
dengan senyum ceria.
Hmm, selamat pagi dunia. Have a nice day J ,
gerutuku pagi ini masih dengan nuansa mata yang sembab.
Jam masih menunjukkan pukul 3.00
dini hari, belum ada suara ayam yang berkokok satu ekorpun.
Aku berjalan menyisiri lorong
rumah yang masih gelap gulita, sengaja tak ada lampu yang kunyalakan
seperjalananku menuju belakang rumah.
Sambil duduk di anak tangga
belakang rumah, ku sruput teh hangat yang tak begitu manis.
Mungkin bisa
dibilang sedikit hambar. Oh bukan, tak lagi sedikit hambar, tapi memang hambar
dan pahit. Tak ada sebutir gulapun yang aku taburkan di gelasku. Aku hanya
ingin merasakan yang seharusnya dirasakan, bukan dibuat-buat. Daun teh yang
sejatinya pahit dan tak manis, tidak seharusnya dibuat manis dan dipaksa untuk
menjadi manis.
Kutinggalkan segelas teh yang
belum habis kuminum itu sendiri di anak tangga terakhir.
Ku ambil roti dan kuoleskan selai
coklat diatasnya. Tapi tetap, masih tak terasa nikmat bagiku, walau tak sepahit
seduhan teh yang kutinggalkan itu.
Hmmmmm, dengusku menggunakan napas yang dalam.
Jam menunjukkan pukul 05.30,
dimana nyawa-nyawa penghuni rumah ini sudah menyala utuh. Dan kembali kudengar
hal itu. Kejadian yang selalu membuatku mendenguskan napas dalam dan panjang. Berharap
kala itu adalah kala terakhir aku menjadi saksi kejadian ini.
Tapi sayang, hal itu kembali
terulang dan terulang.
Aku? Tentunya tak bisa berbuat
apa-apa.
Tak berguna.
Bodoh.
Tak berdaya.
Dan bermuka dua.
Iya, bermuka dua.
Aku yang selalu terlihat
baik-baik saja, aku yang selalu dibalut dengan canda tawa, aku yang dibungkus
rapi dengan mulut yang senantiasa senyum.
tepat pukul 06.45 aku
meninggalkan rumahku untuk menuju ke kota perantauan. Ku seka air mata yang jatuh
dari pelipis mataku. Bukan karena aku sedih meninggalkan orang-orang yag
kucinta disini, tapi lebih dari itu. Air mata ini sudah terbendung sejak
beberapa hari silam.
Selamat tinggal kota mungilku. Selamat berjumpa lagi. Masih dengan
harapan, agar ketika aku kembali kesini, tak lagi kutemui hal yang sama seperti
kala aku di kota ini. Harapku selalu, dan tanpa henti.
Semoga Tuhan senantiasa
mengabulkan doa sederhanaku. Doa sederhana yang selalu kulantunkan beriringan
dengan kaki yang mulai melangkah jauh dari kota yang menjadi saksi bisu ini.
No comments:
Post a Comment