Saturday, October 14, 2017

Penerapan Pola Makan Secukupnya Ala Rasulullah, Pencegahan Pneumonia Yang Efektif dan Efisien

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Rasulullah dalam khutbah menjelang Bulan Ramadhan menjelaskan setelah Bulan Sya’ban akan datang bulan yang dipenuhi keberkahan, rahmat dan maghfirah. Bulan yang permulaannya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka (Dyayadi, 2007). Setiap muslim akan mempersiapkan dengan matang untuk penyambutan bulan ini. Menyiapkan segala hal, mulai dari amalan yaumiah, amalan jama’iah  dan hal  yang selalu dipentingkan adalah menu makan berbuka dan sahur. Kebiasaan yang sering kita temui adalah mementingkan persiapan yang ketiga, hingga pada akhirnya nikmat puasa hilang seketika karena berlebihan dalam mempersiapkan hal yang tidak terlalu penting.
Berbicara tentang buka puasa yang berlebihan, ini akan sangat mengganggu amalan yang telah kita persiapkan jauh-jauh hari. Sebagai contoh, sholat isya’ dan tarawih menjadi tidak khusuk karena kontraksi perut yang menimbulkan rasa nyeri. Selain itu, waktu tidur yang lebih cepat sehingga amalan pada malam hari hanya dipergunakan untuk tidur. Hal ini sama sekali tidak ada tuntunannya.
Rasulullah memiliki pola makan yang mementingkan berbagai aspek mulai dari faidah, kenikmatan, dan kesehatan. Rasullah menganjurkan kita untuk makan dengan cukup, hanya cukup untuk menegakkan tulang sulbi atau tulang rusuk. Sifat manusia yang tak puasa dengan sesuatu yang cukup maka terdapat keringanan didalam perintah tersebut, yaitu dengan mengisi perutnya sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk udara. Dalam hal berpuasapun Rasulullah juga memperhatikan pola makan, seperti yang tertuang dalam hadist “Nabi SAW, selalu berbuka sebelum shalat (maghrib) dengan beberapa kurma basah. Jika tidak ada kurma basah dengan kurma kering; jika tidak ada kurma kering, beliau minum beberapa teguk air.” (HR. Ahad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).


Dilain pihak, penyakit pneumonia merupakan penyakit yang tidak bisa diremehkan. Hal ini terbukti dengan laporan WHO yang menyebutkan bahwa pneumonia menduduki peringkat atas akibat kematian di dunia. Parahnya, edukasi tentang penyakit pneumonia ini di Indonesia sangat minim. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui secara jelas tentang gejala dan cara pencegahan dari penyakit ini.
Oleh karena itu, dengan ditunjang latar belakang diatas, penulis mencoba membuat sarana edukasi baru. Dalam penulisan ini akan dibahas mengenai hubungan tentang pola makan secukupnya seperti anjuran Rasulullah dengan penyebaran penyakit pneumonia.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana dampak pola makan secukupnya yang dicontohkan oleh Rasulullah apabila dilihat dari segi kesehatan?
2.      Bagaimana upaya pencegahan penyakit Pneumonia yang efektif dan efisien?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui dampak pola makan secukupnya yang dicontohkan oleh Rasulullah apabila dilihat dari segi kesehatan.
2.      Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit Pneumonia yang efektif dan efisien.

1.4  Manfaat Penulisan
1.      Bagi penulis:
Dengan menyusun penulisan ilmiah ini, penulis dapat menambah pengetahuan tentang beberapa ilmu yang berkaitan dengan dampak pola makan secukupnya yang dicontohkan oleh Rasulullah terhadap penyakit pneumonia.

2.      Bagi Masyarakat:
Hasil penulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberikan satu langkah preventif yang merupakan edukatif baru untuk masyarakat sekitar, dalam upaya pencegahan penyakit pneumonia secara efektif dan efisien.

3.      Bagi Institusi Pendidikan:
Hasil penulisan ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan atau sumber informasi penyampaian pengetahuan tentang peranan makan secukupnya terhadap kesehatan, sehingga pengetahuan ini dapat meluas keseluruh lapisan masyarakat.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pola Makan Rasul
Makan dan minum adalah kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, karena memelihara keselamatan jiwa termasuk hal yang wajib dilakukan seorang muslim (Akaha, 2006). Makadari itu, Rasulullah melarang umatnya berpuasa wishal, sebab dikhawatirkan akan memberatkan mereka dan membawa ke jurang kebinasaan (Akaha, 2006). Dan, merupakan nikmat tak terhingga yang dikaruniakan Allah, bahwa manusia bisa merasakan lezat dan manisnya makanan serta pahit dan asamnya (Akaha, 2006).
Namun menurut Abduh Zulfidar Akaha, tidaklah seorang hamba Allah hanya merasakan kenikmatannya saja, tetapi juga memperhatikan adab selama makan dan minum. Menurut Abduh, ada 6 kebiasaan Nabi SAW dalam makan dan minum, salah satunya adalah tidak pernah kenyang dua hari berturut-turut. Dan dari ‘Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, ‘Keluarga Muhammad SAW tidak pernah kenyang dari roti tepung selama dua hari berturut-turut hingga beliau meninggal’.” (Muttafaq Alaih). Nabi Muhammad lebih memilih kehidupan yang zuhud dan sederhana seraya senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang diberikan Allah kepadanya. Keseharian Nabi yang zuhud dan sederhana ini , diikuti oleh anggota keluarga beliau. Aisyah Radhiyalluhu Anha berkata, “Keluarga Muhammad SAW tidak pernah makan dua kali dalam sehari, kecuali salah satunya adalah korma”. Rasulullah SAW hanya makan secukupnya, bahkan tak jarang, beliau sama sekali tidak mendapatkan sedikit pun makanan yang bisa dimakan di pago hari. Dan apabila beliau tidak mendapatkan makanan di pagi hari, maka beliau pun berpuasa pada hari itu. Demikian salah satu kebiasaan Nabi dalam makan yang di jelaskan Abduh Zulfikar, 2006.
Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, al-Ghazali menjabarkan bahwa ada enam macam penyakit yang diakibatkan kondisi terlalu kenyang. Sebagian merupakan penyakit fisik dan lainnya adalah penyakit batin. Keenam penyakit itu adalah; Pertama melunturkan rasa takut kepada Allah swt. orang yang terbiasa dalam kondisi kenyang akan selalu merasa kecukupan dan akan terbersit dalam hatinya bahwa ia tidak membutuhkan orang lain lagi, bahkan secara perlahan juga menyingkirkan Allah swt sebagai Yang Maha Pemberi Rizki. Karena seseungguhnya ia mengira bahwa makanan itu merupakan hasil keringatnya. Penyakit Kedua merupakan lanjutan dari proses penyakit pertama. Ketika rasa takut kepada-Nya telah tiada, maka seseorang akan bermalas-malasan untuk beribadah. Penyakit ketiga adalah lenyapnya rasa kasihan terhadap sesama, karena dia mengira semua orang telah kenyang sepertinya. Hatinya begitu dangkal untuk sekedar ikut memahami dan merasakan kondisi orang lain. Penyakit keempat adalah tertutupnya hati dan telinga dari berbagai macam hikmah dan kebijakan yang datang kepadanya. Sehingga mereka yang dalam kondisi kenyang sangat susah menerima nasehat dan petuah akan kebaikan. Begitupun sebaliknya, (penyakit kelima) ketika seseorang yang dalam kondisi kenyang memberikan nasehat maupun petuah pastilah nasehat itu akan terbang dibawa angin dan tidak akan berkesan di hati pendengarnya. Dan penyakit keenam bahwasannya kondisi kenyang akan mengundang penyakit. Mengenai hal ini fenomena merebaknya penyakit diabets, kolesterol, hipertensi dan lain sebagainya adalah bukti nyata dari hadits Rasulullah saw di atas. Oleh karena itulah, hendaknya manusia mewaspadai kondisi terlalu kenyang.
Sebagaimana hadits ,
ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه
“Tidaklah anak  Adam  memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata dalam kitab Syi’ar A’lam,
لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة
“Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.”
Bahkan bisa sampai haram hukumnya kekenyangan yang sangat, Ibnu Hajar Rahimahullah berkata di dalam kitab Fathul Bari ,
وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة
“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat penuh perut dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Bisa jadi hukumnya berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan).”
Boleh sekali-kali kekenyangan, namun tidak membahayakan. Sebagaimana dalam hadits ketika Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu kekenyangan minum susu,
فَأَخَذْتُ الْقَدَحَ فَجَعَلْتُ أُعْطِيهِ الرَّجُلَ فَيَشْرَبُ حَتَّى يَرْوَى ثُمَّ يَرُدُّ عَلَيَّ الْقَدَحَ فَأُعْطِيهِ الرَّجُلَ فَيَشْرَبُ حَتَّى يَرْوَى ثُمَّ يَرُدُّ عَلَيَّ الْقَدَحَ فَيَشْرَبُ حَتَّى يَرْوَى ثُمَّ يَرُدُّ عَلَيَّ الْقَدَحَ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ رَوِيَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ فَأَخَذَ الْقَدَحَ فَوَضَعَهُ عَلَى يَدِهِ فَنَظَرَ إِلَيَّ فَتَبَسَّمَ فَقَالَ أَبَا هِرٍّ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بَقِيتُ أَنَا وَأَنْتَ قُلْتُ صَدَقْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ اقْعُدْ فَاشْرَبْ فَقَعَدْتُ فَشَرِبْتُ فَقَالَ اشْرَبْ فَشَرِبْتُ فَمَا زَالَ يَقُولُ اشْرَبْ حَتَّى قُلْتُ لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أَجِدُ لَهُ مَسْلَكًا قَالَ فَأَرِنِي فَأَعْطَيْتُهُ الْقَدَحَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَسَمَّى وَشَرِبَ الْفَضْلَةَ

“Lalu Beliau Shalalllahu ‘alaihi wa sallam. mengambil gelas tadi dan meletakkannya di atas tangan Beliau Shalalllahu ‘alaihi wa sallam. Seraya memandangku sambil tersenyum dan bersabda,”Wahai, Abu Hirr! Tinggal aku dan kamu (yang belum minum). Aku menjawab, “Benar wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Duduk dan minumlah.” Akupun duduk dan meminumnya. Lalu Beliau Shalalllahu ‘alaihi wa sallam. bersabda lagi,”Minumlah,” lalu aku minum. Beliau terus memerintahkan kepadaku minum, sehingga aku berkata,”Cukup. Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, tidak lagi aku dapati tempat untuk minuman dalam tubuhku. Beliau bersabda,”Berikanlah kepadaku,” aku pun menyerahkan gelas tadi, kemudian Beliau Shalalllahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah dan meminum susu yang tersisa.”[ HR. Al Bukhari no. 5971]
Di dalam kitab Fathul Bari , Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,
وفيه جواز الشبع ولو بلغ أقصى غايته أخذا من قول أبي هريرة لا أجد له مسلكا وتقرير النبي صلى الله عليه وسلم على ذلك
“Ini adalah dalil bolehnya kekenyangan walaupun sampai “full” penuh, (dalilnya) diambil dari perkataan Abu Hurairah, ‘tidak lagi aku dapati tempat untuk minuman dalam tubuhku’. Dan penetapan (taqrir) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap kejadian tersebut.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam Fatwa Nurun ‘alad darb berkata,
ولا بأس بالشبع أحياناً لكن الذي قال النبي صلى الله عليه وسلم فيه ما ملأ ابن آدم وعاءً شر من البطن يريد إذا كان في جميع أكلاته يملأ بطنه وأما إذا شبع أحياناً وملأ بطنه أحياناً فلا بأس
“Tidak mengapa kadang-kadang kekenyangan , akan tetapi yang dimaksud perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ’ Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut’. Maksudnya adalah jika semua makanan memenuhi perutnya. Adapun jika kekenyangan sekali-kali dan memenuhi perutnya maka tidak mengapa.”
Adapun hadits yang mungkin sering mungkin kita dengar, yaitu
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع
“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“
Maka hadits ini dhaif, akan tetapi maknanya benar.
Di dalam Majmu’ Fataw bin Baz dijelaskan bahwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
هذا المعنى صحيح لكن السند فيه ضعيف. [يراجع في زاد المعاد والبداية لابن كثير]. وهذا ينفع الإنسان إذا كان يأكل على جوع أو حاجة، وإذا أكل لا يسرف في الأكل ، ويشبع الشبع الزائد، أما الشبع الذي لا يضر فلا بأس به
“Maknanya benar, namun sanadnya dha’if, silakan merujuk ke kitab Zaadul Ma’ad dan Al Bidayah Wan Nihayah. Bermanfaat bagi seseorang jika makan ketika sudah sudah lapar atau sedang membutuhkan. Dan ketika makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun kekenyangan yang tidak membahayakan, tidak mengapa.”
Ibnul Qayyim rahimahullah membagi tingkatan makan menjadi tiga.
Pertama, berdasarkan tingkat kebutuhan
صلبه يقمن لقيمات آدم ابن بحسب
Artinya :    "Cukuplah bagi manusia untuk mengkonsumsi beberapa suap makanan saja untuk  
                     menegakkan tulang sulbinya (rusuknya).
Maksud menegakkan tulang sulbinya adalah cukuplah seseorang tersebut makan dengan mengobati rasa lapar agar dapat bergerak kembali melanjutkan aktivitas. Jika makan belebihan maka gerak tubuh akan terbatasi.
Kedua, tingkat cukup
فإن لم يكن فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفسه
Artinya  : "Jika tidak bisa demikian, maka hendaknya ia memenuhi sepertiga lambungnya 
                 untuk  makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk bernafas".
Lambung memiliki kapasitas yang terbatas (ukuran lambung), yang jika melebihi ambang batasnya maka gerakan peristaltik lambung akan mendorong makanan untuk dikeluarkan kembali melalui mulut sehingga sia-sialah makan yang telah kita kunyah dengan susah payah.

2.2  Pneumonia
Pneumonia adalah suatu proses inflamasi dimana komponen alveolar yang terisi oleh eksudat (Asih, 2002). Apabila menurut Davey (2005), pneumonia merupakan suatu penyakit pernapasan akut yang menyebabkan perubahan gambaran radiologis.
Pneumonia
Gambar 1. Keadaan Paru yang Terinjeksi Pneumonia
(Sumber: MedicineNet.Inc)
Penyebab pneumonia didapatkan dari virus, bakteri, jamur, protozoa, atau riketsia (Asih, 2002). Dalam Davey (2005) menyebutkan bahwa faktor pemicu penyakit ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1.      Community acquired
2.      Hospital acquired
3.      Pneumonia aspirasi
4.      Pasien pada sistem imun yang tertekan.
Apabila ditinjau menurut klinis dan epidemologisnya, Misnadiarly (2008) membagi pneumonia menjadi:
1.      Pneumonia komuniti
2.      Pneumonia nosokomial
3.      Pneumonia aspirasi
4.      Pneumonia pada penderita immunocompromised
Pneumonia akibat aspirasi paling jelas terlihat akibat pada klien yang diintubasi, kolonisasi trakhea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran pernapasan atas yang terinfeksi (Cristman, 1995).
Bagan 1. Proses Patofisiologi pneumonia
Apabila dibiarkan, maka penyakit pneumonia ini akan berakibat kematian. Dimana pneumonia sendiri merupakan faktor kematian yang cukup tinggi pada klien lanjut usia (Hudak, 1998). Menurut Kirkwood (1995) Perlakuan yang dilakukan untuk penyakit pneumonia ini dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain adalah imunisasi, penanggulangan kasus terhadap kemungkinan terburuk, serta strategi dan modifikasi yang dapat dilakukan untuk menangani faktor resiko.
Gambar 2. Perbedaan Alveoli Normal dan Pneumonia
(Sumber: Adam)



BAB III
METODE PENULISAN

3.1  Metode yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah dengan metode studi literatur.

3.2  Tahapan Penulisan
Hal pertama yang dilakukan dalam penyusunan penulisan ini adalah dengan mengumpulkan literatur-literatur, baik buku, jurnal, maupun ayat-ayat Allah yang mendukung judul yang diambil. Langkah kedua adalah dengan menghubungkan antara pola makan Rasulullah yang secukupnya dengan dampaknya bagi kesehatan tubuh. Setelah mendapatkan dampak yang terjadi, penulis mengerucutkan kepada terjadinya penyakit yang berbahaya, dimana hal ini yang dimaksud adalah penyakit pneumonia. Terakhir, penulis menelaah lebih lanjut mengenai bagaimana mekanisme patologis tidak menerapkan pola makan Rasul dengan terjangkitnya penyakit pneumonia.
Ketika seluruh tahapan diatas lancar dan sama-sama memberikan hasil yang positif, maka langkah selanjutnya adalah dengan membuat kerangka penulisan untuk mendukung pembuatan karya tulis ini. Selanjutnya, apabila penulisan ini selesai, imbasnya adalah dengan menerapkan pola makan secukupnya seperti anjuran Rasulullah SAW.




BAB IV
PEMBAHASAN

Pneumonia biasa disebut dengan nama radang paru-paru. Penyakit ini bisa menyerang seseorang tanpa batasan umur tertentu. Pneumonia secara umum didefinisikan sebagai penyakit batuk, pilek, disertai sesak napas atau napas yang cepat. Selebihnya, pneumonia merupakan infeksi di jaringan paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur yang sifatnya mikroorganisme. Pneumonia sendiri termasuk penyakit infeksi dan penyakit menular. Yang dimaksud menular dalam penyakit ini adalah bukan ketika kita berkontak fisik dengan penderita, melainkan ketika virus tersebut tersebar melalui udara.
Kadang kita sering mengabaikan bahaya dari penyakit pneumonia, atau bisa jadi karena penyakit pneumonia ini kalah populer dengan penyakit HIV/AIDS maupun TBC. Di Indonesia sendiri, penyakit pneumonia merupakan penyakit yang menyebabkan kematian yang cukup tinggi, dimana ia menduduki peringkat nomor 3 setelah kardiovaskuler dan TBC. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahunnya akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan bahwa tingkat kematian akibat pneumonia pada balita menduduki peringkat pertama, melebihi HIV/AIDS, malaria, ataupun campak. Selain itu, diantara penyakit-penyakit pernapasan lainnya, pneumonia merupakan penyakit yang telah menjangkit lebih banyak orang.

Gambar 3. Kedudukan Penyakit Pneumonia Diantara Penyakit Pernapasan Lainnya.
(Sumber Kirkwood, 1995)



Dilain pihak, penggalan dalam surat Al-A’raf (7) ayat 31 menyebutkan:

…. وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Artinya adalah “Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S. Al- A’raf (7) ayat 31).
Dari penggalan ayat diatas, kita sebagai manusia dituntut untuk dapat berpikir dan menganalisis, “mengapa kita dilarang untuk makan dan minum secara berlebihan?”. Setelah itu, diharapkan kita dapat mengambil hikmah tersirat maupun tersurat dari penggalan surat ini untuk kelangsungan hidup yang lebih baik.
Subhanallah memang, ternyata ada hubungan yang secara medis dapat kita jelaskan dibalik dua kejadian ini. Logikanya seperti ini, ketika seseorang makan atau minum yang melewati batas dari kapasitas lambung, maka akan mengakibatkan naiknya isi lambung ke atas. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya refluks atau bahkan regurgitasi pada orang tersebut. Refluks terjadi apabila isi lambung tersebut sampai di esofagus, sedangkan regurgitasi terjadi apabila isi lambung sampai ke mulut.
Bahayanya adalah ketika seseorang mengalami regurgitasi, ditakutkan cairan lambung dapat teraspirasi masuk ke dalam paru-paru melalui faring. Hal ini yang akan mengakibatkan terjadinya radang paru-paru, atau yang biasa dikenal dengan sebutan aspirasi pneumonia. Pneumonia sendiri merupakan salah satu bentuk infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang berbahaya, dimana akut ini menandakan gangguannya berlangsung secara mendadak. Begitu terserang pneumonia, paru-paru akan tersengal untuk menjalankan fungsinya. Setelah itu dampaknya pada tubuh adalah akan kekurangan pasokan oksigen.

Bagan 2. Kerangka Berpikir
(Sumber: Penulis)

Dalam bidang kedokteran, cara yang digunakan untuk mengatasi pneumonia adalah dengan cara vaksinasi dan antimikrobial. Padahal cara pemerintah dengan vaksinasi ini sering gagal akibat permasalahan global. Oleh karena itu, setelah adanya paparan di atas, kita dapat mengetahui dan dapat mengambil kesimpulan bahwa cara sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus pneumonia, adalah dengan menerapkan pola makan secukupnya seperti anjuran Rasulullah SAW.
Sesungguhnya, dengan menerapkan cara makan ala Rasulullah SAW, kita juga telah mengamalkan salah satu dari penggalan ayat Al-Qur’an berikut:

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلا تَعْقِلُونَ

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka, apakah kamu tidak memahaminya?” (QS. Al Qashash, 28: 60)

Dari ayat di atas tertuang makna tersurat bahwa kita sebagai manusia yang telah diberi akal pikiran hendaknya berpikir dan menjaga apa-apa saja nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada kita.
BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
1.      Menerapkan pola makan Rasulullah yang berkaitan dengan makan secukupnya memiliki efek positif bagi tubuh.
2.      Dengan menerapkan pola makan secukupnya, maka penyakit pneumonia dapat dihindari dengan langkah yang efektif dan efisien.

5.2  Saran
1.      Diharapkan penulisan ini dapat memberikan wawasan baru yang edukatif bagi masyarakat luas, sehingga didapatkan manfaat secara luas.
2.      Dalam penulisan ini, penulis masih terbatas pada pola makan Rasulullah yang secukupnya, hubungannya dengan penyakit pneumonia. Oleh karena itu, penulis berharap agar penulis-penulis lain dapat menemukan hubungan pola makan Rasulullah dengan yang selain ini.




DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Hasan, Ali., 1998. Berpuasa Seperti Rasulullah. Jakarta: Gema Insani.
Akaha, A. Z., 2006. 165 Kebiasaan Nabi SAW. Jakarta: Maktabah Abiyyu.
Anna, L. K., 2012. Radang Paru Masih Mengintai Balita. Kompas.
Asih, N., 2002. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Davey, P., 2005. At Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Dockrell, et al., 2012. Pneumonia: Mechanisms of Injection and Resolution. 142 (2): 482-491. [PubMed].
Dyayadi. 2007. Puasa Sebagai Terapi. Yogyakarta: Mizan Pustaka.
Kirkwood, B. R., et al., 1995. Potential Interventions for the Prevention of Childhood Pneumonia in Developing Countries: a Systematic Review. Bull World Health Organ. 73 (6): 793-798. [PubMed].
Misnadiarly., 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia Atypik Micobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Nichael, et al., 2010. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis (5ed). Jakarta: EGC.
Soffandi, W. D., 1994. Terjemah Syarah Shahiih Muslim. Jakarta: Mustaqim.
Sunarto, Achmad, 1999. Riyadhus Shalihin. Jakarta: Pustaka Amani.

Yakub, Ismail., 1964. Ihya’ Al Ghazali. Jakarta : Pustaka Amani.

No comments:

Post a Comment